Diabetes Mellitus
DEFINISI
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein yang berkaitan dengan berkurangnya Insulin baik secara absolute maupun relative.
Absolute : Terjadi apabila sel beta pancreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita membutuhkan suntikan insulin.
Relatif : Sel beta pancreas masih mampu memproduksi insulin yang dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut dapat bekerja secara optimal.
DIAGNOSIS
Diagnosis diabetes mellitus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis diabetes mellitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa diabetes mellitus pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Keluhan khas diabetes mellitus :
- Poliuria.
- Polidipsia.
- Polifagia.
- Berat badan menurun cepat.
Keluhan tidak khas diabetes mellitus :
- Kesemutan.
- Gatal di daerah genital.
- Keputihan.
- Infeksi sulit sembuh.
- Bisul yang hilang sembuh.
- Penglihatan terganggu.
- Cepat lelah.
- Mudah mengantuk, dll.
Faktor resiko diabetes mellitus :
- Usia > 45 tahun.
- Kegemukan (BBR>110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2).
- Hipertensi (TD > 140/90 mmHg).
- Riwayat DM dalam garis keturunan.
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram, melahirkan bayi cacat atau abortus berulang.
- Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Catatan :
Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negative, pemeriksaan ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl)
Plasma
Vena
Darah
Kapiler
Kadar Glukosa darah puasa (mg/dl)
Plasma
Vena
Darah
Kapiler
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus :
Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke definisi insulin absolute.
§ Autoimun.
§ Idiopatik.
Tipe 2 : Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai definisi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain : Defek genetic fungsi sel beta.
- Defek genetic kerja insulin.
- Penyakit eksokrin pancreas.
- Endokrinopati.
- Karena obat atau zat kimia.
- Infeksi.
- Sebab imunologi yang jarang.
- Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM.
- Diabetes mellitus gestational.
Patofisiologi
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baker. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).
Patofisiologi DM tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.
Patofisiologi DM tipe 2
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia.
Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan :
- Obesitas terutama sentral.
- Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.
- Tubuh yang kurang aktivitas.
- Faktor keturunan.
Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine.
DM tipe 1
§ Mudah terjadi ketoasidosis.
§ Pengobatan harus dengan insulin.
§ Onset akut.
§ Biasanya kurus.
§ Biasanya pada umur muda.
§ Berhubungan dengan HLA DR3 dan HLA DR4.
§ Didapatkan islet cell antibody (ICA).
§ Riwayat keluarga diabetes (+) pada 10%.
§ 30 – 50 % kembar identik terkena.
DM tipe 2
§ Tidak mudah terjadi ketoasidosis.
§ Tidak harus dengan insulin.
§ Onset lambat.
§ Gemuk atau tidak gemuk.
§ Biasanya > 45 tahun.
§ Tidak berhubungan dengan HLA.
§ Tidak ada ICA.
§ Riwayat keluarga (+) pada 30 %.
§ ± pada 100% kembar identik terkena.
Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi akut :
§ Ketoadosis Diabetik, ditandai dengan :
ü Symptom DM (poliuri,polifagi,polidipsi)
ü Hipotensi
ü Tachicardi
ü Bau nafas aseton
ü Respirasi Kussmaul
ü Penurunan kesadaran
§ Hiperosmolar Non ketotik.
§ Hipoglikemia.
2. Komplikasi kronis :
- Microangiopathy
ü Retinopathy diabeticum yang disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Ada dua klasifikasi dari retinopathy yaitu non-proliferative dan proliferative.
ü Nephropathy diabeticum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urine. Hal ini disebabkan adanya kerusakan pada glomerolus berupa penebalan glomerolus pada awalnya. Diabetic nephropathy merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik.
ü Neuropathy diabeticumbiasanya ditandai dengan hilangnya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu bisa juga terjadi poliradiculopathy diabeticum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik. Biasanya self-limited dalam waktu 6-12 bulan.
- Macroangiopathy
ü Coronary heart disease, dimana berawal dari berbagai bentuk dislipidemia, yaitu hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit partikel LDL pada DM tipe 2 sangat bersifat atherogenik karena mudah mengalami glikasilasi dan oksidasi.
ü Cerebrovascular disease
ü Peripheral vascular disease dengan tanda klinis:
· Nyeri kaki bila berjalan dan hilang bila beristirahat.
· Perubahan warna pada kaki
· Nyeri otot pada kaki
· Kaki terasa dingin
· Kaki terlihat membiru (sianosis)
· Pulsasi lemah atau hilang
EMPAT PILAR PENGELOLAAN DIABETES MELITUS
– Edukasi.
– Perencanaan.
– Latihan Jasmani.
– Intervensi Farmakologis.
1. Edukasi.
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.
Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang :
– Penyakit DM.
– Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
– Komplikasi DM.
– Intervensi farmokologi dan non-farmakologis.
– Hipoglikemia.
– Masalah khusus yang dihadapi.
– Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.
– Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
2. Perencanaan makanan.
Perencanaan makanan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes mellitus, meski sampai saat ini tidak ada perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien.
Prinsip Pembagian Porsi Makanan Sehari-hari
Disesuaikan dengan kebiasaan makan pasien dan diusahakan porsi tersebar sepanjang hari. Disarankan porsi terbagi (3 besar dan 3 kecil) :
1. Makan pagi – Makan selingan pagi.
2. Makan siang – Makan selingan siang.
3. Makan malam – Makan selingan malam.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
– Karbohidrat 60 – 70 %
– Protein 10 – 15 %
– Lemak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani.
Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai indeks masa tubuh (IMT) dan rumus Broca. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB (m).
Klasifikasi IMT
– BB kurang < 18,5
– BB normal 18,5 – 22,9
– BB lebih > 23,0
Dengan resiko 23,0 – 24,9
Obes I 25,0 – 29,9
Obes II > 30
Klasifikasi Asia Pasific
Untuk menghitung kebutuhan kalori, dapat dipakai rumus Broca, yaitu :
Berat Badan Idaman (BBI) = (TB – 100) – 10 %
Status gizi : BB actual x 100 % / TB (cm) – 100
– BB kurang bila BB, 90% BBI
– BB normal bila BB 90 – 110 % BBI
– BB lebih bila BB 110 – 120 % BBI
– Gemuk bila BB > 120 % BBI
3. Latihan Jasmani.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan ke pasar, menggunakan tenaga, berkebun tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.
4. Intevensi Farmakologis.
– Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan :
– Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea dan glinid.
– Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion.
– Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.
– Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
– Penurunan berat badan yang cepat.
– Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
– Ketoasidosis metabolic.
– Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
– Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
– Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.
– Stres berat (infeksi sistematik, operasi besar, IMA, stroke).
– Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan.
– Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
– Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Insulin
Short acting
Regular
Semilente
Intermediate acting
NPH
Lente
Long acting
PZI
Ultralente
Penggunaan insulin dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan beberapa efek samping seperti alergi lokal, lipodistropi di tempat suntikan, resistensi terhadap insulin.
– Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya. Untuk memulai kombinasi tidak perlu dosis maksimal dan dapat pula diberikan kombinasi ketiga kelompok OHO.
Kalau dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri atau kombinasi, sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin.